Seseorang
tidaklah menjadi orang yang beriman sempurna, sampai dia mencintai Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah
beriman –dengan keimanan yang sempurna- salah seorang dari kamu, sampai aku
menjadi yang paling dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia”
[HR
Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44; dari Anas bin Malik].
Jika
seseorang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada
seluruh manusia, maka dia akan
mengikuti petunjuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia akan lebih
mengutamakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada petunjuk siapa saja
dari kalangan manusia.
Oleh:
Ustadz Abu Isma’il Muslim al Atsari
Seseorang
tidaklah menjadi orang yang beriman sempurna, sampai dia mencintai Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada seluruh manusia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah
beriman –dengan keimanan yang sempurna- salah seorang dari kamu, sampai aku
menjadi yang paling dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia”
[HR
Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44; dari Anas bin Malik].
Jika
seseorang mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih daripada
seluruh manusia, maka dia akan
mengikuti petunjuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia akan lebih
mengutamakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada petunjuk siapa saja
dari kalangan manusia.
Al
Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata:
“Ketahuilah,
orang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan mengutamakan
kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar di dalam kecintaannya, dan
dia (hanya) sebagai orang yang mengaku-ngaku saja.
Maka
orang yang benar di dalam kecintaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah, orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut. Yang pertama
dari tanda-tanda itu adalah, meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan perbuatannya, dan
beradab dengan adab-adabnya, pada waktu kesusahan dan kemudahan, pada waktu
senang dan benci”.
[Asy
Syifa’, hlm. 571, dinukil dari Abhaats fil I’tiqad, hlm. 37, karya Abdul ‘Aziz
bin Muhammad Alu Abdul Lathif]
Imam
Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah berkata:
“Kecintaan
yang benar mengharuskannya mengikuti dan mencocoki di dalam kecintaan apa-apa
yang dicintai dan kebencian di dalam apa-apa yang dibenci…
Maka
barangsiapa mencintai Allah dan RasulNya dengan kecintaan yang benar dari
hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai -dengan hatinya- apa yang dicintai
oleh Allah dan RasulNya, dan dia membenci apa yang dibenci oleh Allah dan RasulNya,
ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah dan RasulNya, murka terhadap yang
dimurkai oleh Allah dan RasulNya, dan dia menunjukkan kecintaan dan
kebenciannya ini dengan anggota badannya”.
[Jami’ul
‘Ulum wal Hikam, hlm. 2/397]
Begitulah
seharusnya kecintaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, pada zaman ini dan sebelumnya,
banyak pengakuan cinta sebagian orang kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang dalam mewujudkannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak
diridhai oleh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lanjut ke-Part II
0 komentar:
Posting Komentar