4. Merayakan Atau Mengagungkan Bekas-Bekas Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Disyari’atkan Untuk Diagungkan. Sebagian
orang beranggapan bahwa salah satu bentuk mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ialah dengan melestarikan, mengunjungi dan mengagungkan bekas-bekas atau
jejak-jejak dari tempat-tempat yang dikaitkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Seperti
tempat kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat tahannuts
(ibadah) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di goa Hira’, tempat bersembunyi
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di goa Tsaur, tempat mendekamnya onta
beliau di Quba, Madinah, sumur jatuhnya cincin beliau, dan semacamnya. Anggapan
seperti ini merupakan anggapan yang salah, anggapan jahiliyah dahulu maupun
sekarang.
Umar
bin al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu telah memerintahkan menebang pohon yang di
bawahnya telah terjadi Bai’atur Ridhwan.
Demikian
juga beliau Radhiyallahu ‘anhu telah melarang orang-orang mengagungkan
tempat-tempat yang dianggap mulia karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah shalat di sana. Inilah riwayat yang menjelaskan hal tersebut :
Dari
Ma’rur bin Suwaid, dia berkata: Aku bersama Umar di antara Makkah dan Madinah,
kemudian beliau Radhiyallahu ‘anhu shalat fajar (Shubuh) dengan kami. Beliau
Radhiyallahu ‘anhu membaca
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ (surat al Fiil) dan bersama لإِيلاَفِ قُرَيْشٍ (surat
al Quraisy). Kemudian beliau melihat serombongan orang yang singgah dan shalat
di dalam sebuah masjid. Maka beliau bertanya tentang mereka, maka orang-orang
mengatakan:
“(Itu
adalah) sebuah masjid yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di
dalamnya.”
Kemudian
Umar mengatakan:
“Sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu binasa karena menjadikan jejak-jejak Nabi mereka
sebagai tempat-tempat ibadah. Barangsiapa melewati suatu masjid, kemudian
(waktu) shalat hadir, hendaklah dia shalat. Jika tidak, maka hendaklah dia
terus”.
[Riwayat
Abdurrazaq (2/118-119), Abu Bakar bin Abi Syaibah (2/376-377), dengan sanad
yang shahih. Dinukil dari ar Raddu ‘ala ar Rifa’i wal Buuthi, hlm. 52-53, karya
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad, Penerbit Dar Ibnil Atsir; Cet. I, Th.
1421H/2000M]
Sikap
Umar bin al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu di atas sebagai wujud untuk menjaga
aqidah umat. Jangan sampai umat terjerumus ke dalam kemusyrikan disebabkan
ghuluw (melewati batas) terhadap jejak-jejak (bekas-bekas) orang-orang shalih.
Dari
sini kita mengetahui, bahwa menunjukkan kecintaan kepada Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan cara melestarikan peninggalannya dan mengagungkannya,
adalah merupakan sarana menuju kebinasaan. Maka tidak sepantasnya dilakukan
oleh orang yang benar-benar mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan
cara mencintai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan mewujudkan
ittiba’ (mengikuti) terhadap sunnah beliau secara lahir batin, sebagaimana
telah kami sampaikan.
Semoga
kita memahami dan mengenal cara mewujudkan cinta kepada Rasullullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan sebaik-baiknya.
Sumber:http://abuzuhriy.com/category/tiga-landasan-utama/mengenal-rasulullah/
0 komentar:
Posting Komentar