Home » » Tentang Klaim "Cinta Rasul" (Part III)

Tentang Klaim "Cinta Rasul" (Part III)

4. Merayakan Atau Mengagungkan Bekas-Bekas Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Yang Tidak Disyari’atkan Untuk Diagungkan. Sebagian orang beranggapan bahwa salah satu bentuk mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan melestarikan, mengunjungi dan mengagungkan bekas-bekas atau jejak-jejak dari tempat-tempat yang dikaitkan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.   
Seperti tempat kelahiran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempat tahannuts 
(ibadah) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di goa Hira’, tempat bersembunyi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di goa Tsaur, tempat mendekamnya onta beliau di Quba, Madinah, sumur jatuhnya cincin beliau, dan semacamnya. Anggapan seperti ini merupakan anggapan yang salah, anggapan jahiliyah dahulu maupun sekarang. 
Umar bin al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu telah memerintahkan menebang pohon yang di bawahnya telah terjadi Bai’atur Ridhwan. 
Demikian juga beliau Radhiyallahu ‘anhu telah melarang orang-orang mengagungkan tempat-tempat yang dianggap mulia karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di sana. Inilah riwayat yang menjelaskan hal tersebut : 
Dari Ma’rur bin Suwaid, dia berkata: Aku bersama Umar di antara Makkah dan Madinah, kemudian beliau Radhiyallahu ‘anhu shalat fajar (Shubuh) dengan kami. Beliau Radhiyallahu ‘anhu membaca
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ (surat al Fiil) dan bersama لإِيلاَفِ قُرَيْشٍ (surat al Quraisy). Kemudian beliau melihat serombongan orang yang singgah dan shalat di dalam sebuah masjid. Maka beliau bertanya tentang mereka, maka orang-orang mengatakan:
“(Itu adalah) sebuah masjid yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di dalamnya.”
Kemudian Umar mengatakan:
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa karena menjadikan jejak-jejak Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah. Barangsiapa melewati suatu masjid, kemudian (waktu) shalat hadir, hendaklah dia shalat. Jika tidak, maka hendaklah dia terus”.
[Riwayat Abdurrazaq (2/118-119), Abu Bakar bin Abi Syaibah (2/376-377), dengan sanad yang shahih. Dinukil dari ar Raddu ‘ala ar Rifa’i wal Buuthi, hlm. 52-53, karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad, Penerbit Dar Ibnil Atsir; Cet. I, Th. 1421H/2000M]
Sikap Umar bin al Khaththab Radhiyallahu ‘anhu di atas sebagai wujud untuk menjaga aqidah umat. Jangan sampai umat terjerumus ke dalam kemusyrikan disebabkan ghuluw (melewati batas) terhadap jejak-jejak (bekas-bekas) orang-orang shalih.
Dari sini kita mengetahui, bahwa menunjukkan kecintaan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara melestarikan peninggalannya dan mengagungkannya, adalah merupakan sarana menuju kebinasaan. Maka tidak sepantasnya dilakukan oleh orang yang benar-benar mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan cara mencintai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah dengan mewujudkan ittiba’ (mengikuti) terhadap sunnah beliau secara lahir batin, sebagaimana telah kami sampaikan.
Semoga kita memahami dan mengenal cara mewujudkan cinta kepada Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebaik-baiknya.


Sumber:http://abuzuhriy.com/category/tiga-landasan-utama/mengenal-rasulullah/


0 komentar:

Posting Komentar